KBRN, Pontianak : Wahana Lingkungan Hidup Indoneisa
(WALHI) Kalbar mengapresiasi langkah penegakan hukum yang dilakukan aparat
terhadap pelaku pembakar lahan. Namun, Walhi menilai, jika upaya represif itu
belum optimal, sehingga kebakaran hutan dan lahan (karhulta) di Kalbar masih
terjadi.
“Kasus kebakaran hutan dan lahan di Kalbar itu terjadi
karena lemahnya penegakan hukum. Sehingga tidak ada efek jera, akhirnya setiap
tahun terjadi pengulangan, pengulangan dan pengulangan,” kata Direktur
Eksekutif Walhi Kalbar, Anton P. Wijaya, Kamis (15/8/2019).
“Kita apresiasi kalo kemudian penegakan hukum itu
dilakukan dengan serius. Tetapi yang menjadi catatan adalah, penyebab utama,
pelaku utama, dari kebakaran ini adalah korporasi, pemilik konsesi, ya
logikanya penegakan hukum itu orientasi utamanya prioritasnya pada
korporasi-korporasi itu, gitu loh. Jadi proses penyidikan, penyelidikan, di
area korporasi itu harus jadi prioritas oleh penegak hukum. Ini yang belum
optimal,” timpalnya.
Anton menyesalkan, jika saat ini, aparat penegak hukum
justru menindak terduga pelaku pembakar lahan skala kecil. Hal inilah kemudian,
yang dirasa tidak adil. Padahal, data Walhi Kalbar menunjukan, jika kebakaran
lahan justru banyak terjadi di aera korporasi.
“Kalo kemudian terjadi penegakan hukum hanya kepada
petani, ini yang menurut kita terjadi ketidakadilan. Karena, hanya petani dalam
skala kecil yang kemudian ditangkap dan diproses, sementara korporasi yang
secara kualitas dan kuantitas terjadi kebakaran di aeranya sangat luas, ini
kemudian yang mendapat imunitas, mendapat pengampunan," ungkapnya.
Sedangkan terkait penangkapan sejumlah terduga pelaku
pembakaran lahan, Walhi Kalbar mendesak agar Kepolisian memberikan klarifikasi.
Apakah mereka yang ditangkap itu adalah petani, ataukah memang mereka yang saat
ini diamankan, adalah bagian dari korporasi. Baca selengkapnya