Aksi Damai yang dilakukan Aliansi Rakyat untuk Keadilan Ekologis
Aliansi Rakyat untuk keadilan Ekologis yang diinisiasi Walhi Kalimantan Barat bersama jaringannya menggelar aksi damai bertempat di kantor Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kalimantan Barat pada Senin (5/6/2023). Aksi yang digelar bertepatan dengan hari Lingkungan Hidup ini dilakukan untuk mendesak agar Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengakhiri pembabatan hutan alam dan gambut lindung oleh PT. Mayawana Persada. Dalam aksinya, Aliansi Rakyat untuk keadilan Ekologis menilai bahwa krisis Iklim menjadi realita yang saat ini menjadi perhatian warga dunia yang juga memaksa negara berkembang untuk ambil bagian dalam mengatasi permasalahan global tersebut. Salah satunya sumber pemanasan global yang memicu perubahan iklim adalah dari proses deforestasi yang menyebabkan tutupan hutan hilang akibat ekstraksi sumberdaya alam. Komitmen untuk mengurangi emisi dari sektor kehutanan selama ini terus dinyatakan Pemerintah Indonesia.
Adapun target pengurangan emisi sebesar 31,89 persen dengan kekuatan sendiri dan hingga 43,2 persen dengan bantuan pihak luar (internasional) ditahun 2030 mendatang. “Namun langkah tersebut kerapkali disertai dengan wajah ganda; satu sisi menegaskan seolah berkomitmen, pada sisi lain membuka ruang perusakan hutan alam dan gambut lindung dalam wilayah kelola rakyat. Salah satunya realitas dari situasi tersebut, sebagaimana pembabatan hutan alam dan gambut lindung yang dilakukan perusaan HTI di Ketapang tersebut” jelas Hendrikus Adam saat berorasi.
Massa aksi menilai bahwa praktik eksploitatif atas nama pembangunan dan kesejahteraan namun mengorbankan tutupan hutan alam dan gambut lindung pada akhirnya mengancam kelangsungan hidup rakyat yang sekaligus mencerminkan bahwa rezim saat ini masih setengah hati memastikan keselamatan lingkungan hidup dan keselamatan rakyatnya sendiri. Kepentingan oligarki masih terkesan menjadi yang utama dan paling menentukan mewarnai tatanan kehidupan warga yang selama ini menggantungkan hidup dan kehidupannya pada hutan, tanah dan air dalam wilayah hidupnya.
Di Kabupaten Ketapang diantaranya meliputi wilayah Kecamatan Simpang Dua dan Simpang Hulu, keberadaan perusahaan Hutan Tanaman Industri PT. Mayawana Persada3 melalui SK. 723\/Menhut-II/2010 tertanggal 30 Desember 2010 seluas 136.710 Ha telah menimbulkan keresahan dan konflik dengan masyarakat sekitar. Sejumlah wilayah berhutan, gambut lindung juga tanah yang dilindungi secara adat serta wilayah kelola warga kini masih terus diincar dan diantaranya digusur. Pihak perusahaan seperti tidak kapok dengan dua kali sanksi adat yang dijatuhkan masing-masing pada 10 September 20224 dan 31 Mei 20225.
Pihak perusahaan hingga kini masih terus melakukan pembukaan lahan pada sejumlah wilayah di daerah Ketapang tersebut. Tindakan pembabatan hutan alam dan gambut lindung yang dilakukan dengan legitimasi Izin Menteri LHK dinilai bukan hanya menjadi ancaman kerusakan lingkungan hidup dan sumber konflik, tetapi juga dapat menjadi api dalam sekam yang sewaktu-waktu dapat membara yang pada akhirnya akan merugikan warga sekitar yang seharusnya mendapat perlindungan hak-haknya selama ini oleh negara.
“Karenanya, kehadiran Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk memberi atensi serius atas permasalahan yang dialami warga korban hadirnya perusahaan di komunitas sangat mendesak. Atas dasar ini, kita meminta agar pihak terkait (Dinas LHK) dapat memastikan agar apa yang disampaikan diterima Ibu Menteri LHK,” tambah Aktivis Walhi Kalimantan Barat.
Menurutnya, atas berbagai dilema yang terjadi seiring kehadiran PT. Mayawana Persada, maka pemerintah dalam hal ini Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan perlu memastikan agar praktik pembabatan hutan alam dan gambut lindung oleh perusahaan perkebunan hutan tanaman industri tersebut dalam wilayah kelola rakyat segera dievaluasi serius dan disanksi tegas melalui pencabutan izin konsesi PT. Mayawana Persada.
“Kami berharap agar Ibu Menteri LHK datang dan menyelesaikan permasalahan yang dialami warga di komuitas sekitar akibat hadirnya PT. Mayawana Persada dan memastikan perlindungan hak-hak warga” tegas Hendrikus Adam, Kadiv Kajian dan Kampanye Walhi Kalimantan Barat. Lebih lanjut, Adam mengatakan bahwa membiarkan adanya praktik pembabatan hutan alam dan gambut lindung adalah bentuk kejahatan dan kegagalan negara mengurus sumberdaya alam dan kegagalan dalam memastikan keselamatan rakyat sekaligus ancaman keberlanjutan kehidupan warga sekitar.
“Krisis iklim terus diperparah dengan perusakan hutan massif melalui legitimasi negara namun ambigu dalam memastikan pemulihan krisis yang terjadi. Akibatnya rakyat akan selalu menjadi korban dari kebijakan yang mengabdi pada kepentingan pemodal” tambahnya.
Melalui momentum Hari Lingkungan
Hidup, adapun sejumlah tuntutan yang disampaikan diantaranya menyerukan, agar 1)
Selamatkan Rimba Terakhir dan Wilayah Kelola Rakyat, 2) Meminta Menteri LHK RI
menghentikan pembabatan hutan alam dan gambut lindung oleh PT. Mayawana
Persada, 3) Agar Menteri LHK RI menaruh perhatian serius atas permasalahan yang
dialami warga korban di komunitas yang terdmpak akibat hadirnya perusahaan
hutan tanaman industri PT. Mayawana Persada, 4) Meminta Dinas LHK Kalimantan
Barat menyampaiakn tuntutan yang disampaikan kepada Ibu Menteri LHK RI di
Jakarta.
(Wahana Kita)